Langsung ke konten utama

Coba Jawab Tebak-Tebakan Buku Kekinian, Marah Atau Bercanda Yang Bisa Buat Masalah Lari?


Sumber Gambar : pinterest.com

Rasa-rasanya semua orang yang ngaku anak muda di 2 tahun terakhir ini tentu akrab dengan buku kekinian: NKCTHI. Nanti Kita Cerita tentang Hari Ini. Buku berjenis flash fiction ini dilihat-lihat sudah mampu membuat kemajuan mental bagi pembacanya yang mungkin semula penuh penolakan terhadap hidupnya. Layak diakui memang, saya pun turut menjadi penggemar dan pengingat setiap halaman di buku ini dengan detail. Suka aja sama cara penulisnya, Marchella FP menuangkan kata-kata sederhana tapi cukup ‘menampar’ kita yang punya emosi sering naik turun.

Selisih hampir 1 tahun NKCTHI diluncurkan, buku lanjutannya yang membawa ‘sisi gelap hidup’ berjudul Kamu Terlalu Banyak Bercanda (KTBB), turut menjadi daftar bacaan yang patut dibaca. Seperti halnya NKCTHI, pembaca tentu juga punya bagian favoritnya masing-masing di KTBB. Bagi saya, salah satu bagian yang sangat tergiang adalah ‘Katanya hidup gak sebercanda itu. Coba tanya mereka, apa marah bisa muat masalah hari darinya?.’ Menampar. Sungguh. Pertama kali membaca bagian itu, yang terpikir, “benar juga ya”.

Sekali dibaca mungkin belum terekam. Sampai ketiga hingga hampir kesepuluh kali dibaca seperti yang saya lakukan, kata-kata ini harusnya bisa sangat terngiang. Ya, sekalipun tergantung juga sih sama sensitivitas pembacanya. Gak sedikit juga kita yang kalau baca hanya sekadar cepat menuntaskan halaman biar bisa unggah snapgram dengan filter terbaru yang kekinian.

Balik lagi ke kata-kata yang ada di KTBB. Kita yang sering sekali perang dengan pikiran sendiri seharusnya jadi ikut bertanya-tanya, “Jadi sebenarnya apa yang bisa buat masalah lari? Kita perlu marah atau bercanda aja?.”

Hidup memang tidak seharusnya diperumit sampai kita harus berguru pada seorang ahli psikologi yang bisa jawab pertanyaan ini. Toh ini bukan pertanyaan yang ketika kita salah jawab jadi menurunkan IPK 0,01 poin dan buat badan meriang sehari semalam. Namun, rasanya kalau ada seseorang yang ancang-ancang memberitahu jawabannya, kita pasti penasaran juga kan?

Sumber Gambar : unplash.com

Kita bahas yang pertama: marah. Mudah marah memang bukan sifat bawaan semua manusia. Namun, kita harus sepakat bahwa semua orang pasti bisa marah sekalipun versi wajah menunjukkan geramnya akan berbeda-beda. Lebih dekat dengan masalah sangat wajar untuk mendorong manusia mudah marah. Bagaimana tidak, masalah itu identik dengan sesuatu yang sulit, menjengkelkan, dan banyak diantaranya yang bahkan tampak seperti tidak ada jalan keluar. Dan kalau sudah begitu kondisinya, kita pasti tidak nyaman. Pikiran bahagia yang membuat hati berbunga-bunga seketika berubah kacau. Kepala rasanya bak tidak keramas berapa bulan dan wajah murung bak minta dikarung.

Disadari atau tidak, saat ada masalah, apalagi yang besar, kita akan refleks untuk menyulut diri penuh amarah dan mungkin jadi gegabah. Orang di kiri kanan rasanya ingin disepak. Mereka yang niatnya hanya mau numpang lewat, cepat sekali digas walau secara implisit, “apa loe liat-liat?”. Saat amarah sedang ada di puncak, yakin deh, emosi negatif akan membuat kita jadi sangat cepat lelah. Ujung-ujungnya, masalah tidak kelar. Bisa jadi seperti ini ekspresi yang umum kita lakukan: lambaikan tangan seakan tak acuh sambil bilang, “udahlah, pusing gue.”

Sumber Gambar : viva.co.id

            Lalu, sekarang, bagaimana dengan ekspresi yang satunya: bercanda?

            Apa kira-kira yang terbayang kalau disebut kata “bercanda”? Mungkin melawak atau kalau bahasa kekiniannya itu: mereceh. Untuk yang satu ini, mungkin memang gak semua orang bisa melakukannya. Bisa jadi mereka bisa, tapi level bercandanya memang beda kelas.

            Pengungkapan bercanda saat sedang ada masalah mungkin akan berbeda-beda versinya tiap orang. Buat saya, bercanda saat sedang ada masalah, sederhananya digambarkan dengan si terlibat yang berusaha menyederhanakan masalahnya. Membalikkan dari istilah sebelumnya, bercanda versi saya adalah sesederhana “tidak marah”. Namun, bukan berarti si terlibat harus lari dan meninggalkan teman lainnya pusing sendiri. Ya, seperti kasus kerja kelompok dari jaman SD bahkan sampai tugas presentasi di perguruan tinggi. Bermodal bilang “slow” sambil cengengesan, beberapa dari mereka milih melipir dan membiarkan teman sekelompoknya begadang untuk SKS.

            Awalnya, saya juga termasuk golongan yang ragu-ragu yang untuk menjawab satu diantara dua pilihan ini. Lambat waktu saya mencoba, rasanya memang bercanda jauh lebih bisa membuat masalah tampak sedikit ringan. Bentuk latihan yang saya praktikkan sendiri adalah dengan mencoba tersenyum dimulai dari saat hadirnya masalah-masalah sepele. Bercanda adalah ekspresi yang lahir dari pikiran yang senang. Namun, tentu bukan bercanda dengan tujuan mengejek dan menjatuhkan. Kita semua tentu paham ya bagaimana bercanda jika motifnya seperti itu.

            Mengapa saya menjawab ‘bercanda’? Bagai efek domino yang terjadi, pikiran yang senang akan mendorong kita berpikir lebih jernih bahkan kreatif. Pikiran kita menjadi terbuka untuk memperhitungkan semua opsi yang mungkin bisa diambil termasuk dengan pertimbangan baik dan buruknya. Begitulah kurang lebih hasil saya mencoba sendiri kedua ekspresi ini dan efektivitasnya dalam menyelesaikan masalah.

Saya yang dari kecil dikenal sebagai anak yang mudah sekali gegabah dan kadang emosian, sejak berlatih menjadi lebih banyak bercanda, rasanya lebih percaya diri. Perasaan khawatir yang dulu lebih sering muncul, lambat waktu mulai tergantikan dengan fokus pada pilihan-pilihan yang mungkin diambil. Lebih banyak bercanda telah mengubah hidup saya menjadi lebih santuy.

            Kalau kamu, lebih setuju yang mana?

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengapa Aku Memilih Fakultas Geografi ?

“Setiap orang punya ceritanya masing-masing. Mungkin tak berharga bagi yang lain, tapi baginya pasti memiliki kesan tersendiri. Tak ada yang dapat menilai dengan kuantitas seberapa bermakna cerita itu. Sebab, sesungguhnya cerita itu tentunya tak terlepas dari metamorfosis perjalanan hidupnya” Dan inilah ceritaku. Jawaban dari judul postinganku kali ini bermula dari sebuah event tahunan sekolahku, SMA Negeri 1 Bekasi, yang biasa disebut BOB ( Best of The Best ). BOB ini merupakan acara yang diselenggarakan oleh sekolahku untuk menyeleksi siswa-siswi yang berminat mengikuti olimpiade. Beberapa anak di sekolahku sangat antusias mendengarnya. Mereka dengan cepat mendaftar dan sesudahnya langsung belajar. Tak satu atau dua anak kujumpai mereka membaca buku pegangan olimpiade untuk menghadapi BOB itu. Bahkan, mereka dengan antusias mengikuti pembinaan tutor sebaya dengan kakak kelas yang pernah mengikuti bidang yang sama di tahun sebelumnya. Tapi tidak dengan aku. Aku tidak pern

Saat Kami Belum Bisa Melihat Derasnya Aliran Sungai Kampar

Jika berbicara tentang lika-liku hidup di SMA Negeri 1 Bekasi, bagi saya, Novirene Tania dan teman perjuangan saya, Erika Aurellia, Geografi menjadi salah satu hal yang membuat kehidupan masa putih abu-abu kami menjadi berfaedah. Kami tak tahu apakah ini bisa disebut sebagai pengalaman ataupun tidak. Singkat cerita, inilah seberapa pentingnya Geografi bagi kami….. Menginjak tahun kedua bergabung di Olimpiade Geografi, membuat saya menyusun rencana yang lebih jelas dibanding tahun pertama keikusertaan saya. Di tahun kedua, saya baru menyadari betapa saya menyukai divisi ini. Jika kalian bertanya bagaimana respon teman-teman terhadap minat saya, mungkin kalian akan bingung dan bertanya-tanya. Tradisi Olimpiade Geografi khususnya di Kota Bekasi sudah menjadi rahasia umum. Pergunjingan tidak terelakkan. Setelah pemerintah menggelar OSN Geografi pada tahun 2013, tentunya kompetisi tingkat awal menuju ke sana pun harus digelar yaitu Seleksi Olimpiade Sains Tingkat Kota (OSK). Sejak tahu