Kesukaanku untuk nulis memang sudah dari kecil, tapi bisa dibilang baru fokus untuk ditekuni akhir-akhir ini. Terhitung sejak kuliah, sejak merantau ke Jogja. Makin parahnya, sejak aku memilih untuk membersamai Eka-citta Kamadhis UGM sebagai pimpinan redaksi untuk tahun 2020.
Eka-citta (EC) buatku secara pribadi lebih dari hanya sekadar runitias penerbitan buletin. Ditambah dengan beberapa terobosan baru di tahun ini seperti konten berkala mingguan EC Today dan Podcast, Eka-citta juga punya salah satu program kerja yang menaungi 3 bidang penting di dalamnya. Di bidang redaksi, berkaitan dengan tulis-menulis, Eka-citta punya proker rutin tahunan sejak 4 tahun terkahir yaitu Eka-citta Writing Workshop (biasa disingkat EWW).
Sejak aku jadi staf redaksi tahun lalu, aku mulai akrab dengan banyaknya saran dan ekspetasi untuk EWW yang lebih baik lagi. Mengusung nama workshop, memang sudah seharusnya peserta bisa merasakan konsep workshop yang sebenar-benarnya. Praktik langsung, direview, dan saling mengevaluasi. Setidaknya hal itulah yang terus coba diperbaiki dari tahun ke tahun.
Bertabrakan dengan momen pandemi dimana semua terpaksa harus beradaptasi dengan metode serba daring, EWW yang rencana semula bersifat offline menjadi bergeser ke online. Tantangannya saat itu jadi bertambah: perbaikan konsep baru yang berbasis online event.
Pembentukan Awal Panitia EWW, Pas Masih Offline Ceritanya |
Aku yang sejak dari staf merasa belum berhasil membawa perubahan buat EWW (bingung aja konsep feedback dalam workshop menulis itu harus seperti apa), bisa dibilang jadi punya double ambisi untuk tahun ini. Selama persiapan konsep besar EWW versi online, sering banget gak tidur, cari referensi sesering mungkin, gemes sendiri idealnya workshop kepenulisan tuh harus kayak apa sih. Di luar jadwal rapat koor, sering bareng ngajak mereka (read: pimpinan umum dan 2 koor ec lainnya) untuk diskusi EWW mau kayak apa, "Please guys bantu aku. Pokoe EWW tahun ini harus lebih goals lagi."
Singkat cerita, mulai berjalanlah kepanitiaan EWW yang terdiri hanya dari tim EC itu sendiri. 11 orang. Gambaran besar yang udah aku punya cuma jadi sebatas masukkan buat mereka ngembangin acara dan selebihnya mereka berhak mengatur jalannya acara mau seperti apa. Siapa pembicaranya, konsep desain publikasinya mau seperti apa, termasuk detail rundown kegiatannya mau terdiri dari apa aja dan selama apa.
Menghadirkan Ka Putri Demes Dharmesty (Jurnalis CNN Indonesia), konsep EWW tahun ini aku rasa 'memuaskan'. Suka aja sama cara kakanya untuk membawakan materi dengan gaya kekinian. Materi PPT pun hanya sekadar untuk menuntun pada contoh konkret tulisan-tulisan yang sudah pernah dimuat di Kalikata.id. Teori-teori yang sebelumnya mungkin biasa kita juluki sebagai sesuatu yang klasik jadi lebih terbayang.
Oke, sepertinya udah cukup ya aku ngejelasin tentang EWW 2020. Sekadar pengantar aja biar yang baca tulisan ini kebayang. Namun, pada postingan kali ini aku akan lebih banyak cerita tentang momen-momen berharga mengamati teman-teman panitia selama menjalankan kepanitiaan pertama versi online*
Jadi Lebih Deket Satu Sama Lain
Sejak kepanitiaan EWW berjalan, banyak rapat dan berbagi kepanikan bareng, mereka yang awalnya dingin jadi bisa lebih receh berjamaah. Dengerin guyon mereka lewat Google Meet rasanya adem banget, jadi ikut ketawa sendiri. Selama WFH ini apalagi sih yang lebih berharga dibandingkan mereka bisa tetep jaga komunikasi tanpa canggung? Melebihi keberhasilan proker, proses ini jauh lebih berharga dan buat seneng bukan main.
Persiapan Totalitas
Bukti kecil mereka benar-benar nyiapin acara ini dengan totalitas itu gak hanya waktu gladi bersih dan hari H. Setiap rapat bisa dibilang mereka juga sangat well prepared. Setiap rapat rasa-rasanya dijadiin uji coba untuk buka room di hari H. Hal sederhana yang mau aku apresiasi adalah mereka selalu menyiapkan room beberapa menit sebelum jam janjian rapat sesungguhnya. Pun banyak hal lain yang selalu mereka usahakan biar perfect lah intinya. Tak terkecuali waktu hari H, makin totalitas banget. Pertahankan ya, teman-teman.
Serius Tapi Tetap Gak Spaneng
Semua orang memang belum tentu lahir dengan potensi humor yang tinggi, tapi bisa berkembang karena saling dipantik satu sama lain. Nah, mereka begini kasusnya. Awal berjalannya kepanitiaan ini cuma beberapa orang aja yang memang mudah berbagi kerecehan, tapi lama-lama bisa menularkan ke yang lain. Buat aku pribadi, aku suka kerja dengan tipe yang kaya mereka gini: gak spaneng. Kalo kita mudah tertawa menandakan hati bahagia. Kalo hati bahagia harusnya otomatis kita mengerjakan sesuatu bisa lebih sepenuh hati. Dan kata NKCTHI, segala yang dikerjakan sepenuh hati pasti sampai ke hati yang lain. Yang gini-gini juga dipertahankan, ya.
Sebenarnya masih banyak lagi momen-momen yang unforgettable selama kepanitiaan EWW ini berlangsung. Tapi rasanya udah kepanjangan nih, nanti malah jadi gak dapet feeling 'mo cry' nya. Sukses teman-teman untuk kepanitiaan selanjut-selanjutnya. Semoga bahagia selalu dan tetap semangat menjalankan periode setengah tahun lagi.
Terima kasih, ya.
*Unggahan ini spesial dipersembahkan untuk Panitia EWW tahun 2020
Komentar
Posting Komentar