Jika
kata puisi yang terkenal “Tidak ada yang lebih tabah dari hujan di bulan Juni”
Namun,
kataku kali ini, “Tidak ada yang lebih terkenang dari kenangan di bulan Juli”
***
Semester
genap untuk mahasiswa Geografi bukan semester yang mudah, sulit juga tidak
dapat dikatakan begitu. Tak seperti fakultas lainnya kebanyakan, semester genap
seluruh prodi di Geografi akan selalu didatangi masa Kuliah Kerja Lapangan
(KKL). Kendati, KKL 1 masih terbilang ringan dan santai (tapi tidak
laporannya), bukan berarti KKL 1 tidak perlu diseriusi. Yang pertama justru
harus selalu jadi pembelajaran untuk ke depannya.
Datangnya
KKL 1 tahun ini diawali oleh saat-saat penghakiman terakhir sebelum liburan
yaitu UAS. Adanya mata kuliah Statistika dan Matematika membuat UAS Semester
Genap pertama menjadi suatu ‘momok’ tersendiri. Bagaimana tidak, proses belajar
hitungan selama masa SMAmu akan dipertanyakan. Cukup sudah, pembahasan ini
bukan maksud dari postinganku kali ini.
Masa
UAS semester ini dibayang-bayangi sebuah mimpi bagi tiga anak manusia, sebut
saja aku dan kedua temanku, Irfan dan Nadafa, tentang penelitian yang telah
kami lakukan sejak kurang lebih 3 bulan terakhir. Tepat sekitar 2 minggu
sebelum pelaksanaan UAS, kami baru saja mengunggah full paper lomba kami dengan judul PETA BAHARI: Manajemen
Lingkungan Pesisir Melalui Integrasi Bank Sampah Berbasis Partisipasi Pemuda
Lokal di Kabupaten Bantul pada sebuah lomba yang dinamai Lomba Karya Tulis
Ilmiah Nasional (LKTIN) KIME On Ideas Competition 2019. Dan berdasarkan keterangan
yang ada di buku panduan, pengumuman 15 besar tim yang akan melaju ke tahap grand
final akan diumumkan beberapa hari setelah UAS selesai. Bukan hal yang mudah
untuk mengatakan “aku ga kepikiran kok, fokus UAS saja” karena nyatanya tentu
saja kepikiran dan penasaran bagaimana hasilnya.
Singkat
cerita, tiba saatnya pada hari yang ditunggu-tunggu. Pengumuman grand finalist
memang agak telat beberapa hari. Selagi kami masih membuka mata dari sejak pagi
hingga sebelum rasa ingin tidur memanggil, tampilan Instagram panitia selalu
jadi yang kami buka setiap saat. Namun, kenyataannya pengumuman justru muncul
saat kebanyakan orang masih tertidur pulas – sekitar jam 3 pagi. Aku yang
tertidur baru sekitar jam 2 pagi baru membuka mata di jam 7 pagi dan melihat grup
sudah banyak isinya – riweuh pisan.
Jadi Waiting List : Nano Nano Rasanya
Grup
yang isinya aku dan 2 orang temanku sudah heboh – tembus ratusan chat yang
belum terbaca. Isinya dihebohkan dengan kami yang menjadi waiting list pertama.
Agak greget memang, tapi justru perasaan yang muncul lebih banyak ke arah
syukur. Lomba ini tidak bisa dibilang lomba yang biasa-biasa saja. Antusiasme
peserta sangattt tinggi. Terbukti dengan sebanyak 50 universitas ikut
mengirimkan karya-karya terbaik delegasi mereka. Menjadi waiting list 1 (sebut
saja urutan ke 16 paper terbaik) membuat kami terharu. Sungguhan, biarkan aja
jika ada yang bilang berlebihan. Lomba ini yang notabene lomba yang
multidisiplin, bukan hal yang mudah tentunya bagi tim penilai untuk memilih
karya-karya yang terlayak maju ke grand final. Kami yang notabene memiliki arah
penelitian yang cukup berbeda dengan peserta lain menjadi suatu kebanggaan
tersendiri bisa mengajukan penelitian geografi diantara penelitian dari bidang
teknik, farmasi, kimia, dan kedokteran. Hal ini mendorong kami bukannya tidak
berkeinginan untuk maju ke grand final tetapi apapun hasilnya kami sudah
mensyukuri sebagai bagian dari proses belajar. Namun, yang namanya kompetisi –
tentulah kami masih mengharapkan bisa menampilkan gagasan kami menuju tingkat
yang lebih tinggi.
Masa Keambisan Dimulai
Kendati
bersyukur pun, tentu ada rasa kecewa jika kenyataannya gagasan kami cukup
berhenti sampai di sini saja. Ilmu Geografi yang kenyataannya masih kurang
dilirik atau belum diketahui oleh banyak orang menjadi panggilan tersendiri
bagi aku dan tim untuk bisa memperkenalkannya secara lebih jauh. Sederhananya,
aku pribadi ingin menunjukkan “ini lho Geografi, bukan Cuma ilmu tentang
menghafal peta dan ibu kota negara. Ini ilmu yang komprehensif”. Namun,
nyatanya, saat mendengar kabar bahwa sepertinya 15 tim dengan nilai paper
tertinggi telah konfirmasi untuk datang ke grand final, mulai belajar dan
menerima kenyataan bahwa masih banyak lomba lain yang harus dicoba dan
dilanjutkan sesegera ini.
Namun,
siapa sangka, malamnya, Irfan sebagai ketua tim mengabari kami satu-satu –
lebih ke arah bertanya sih.
“Ren,
mau berangkat ke Semarang ga?”, di chat macam ini dalam hati rasanya, “ya
maulah, tapi jadi grand finalist bukan cuma jalan-jalan”. Tapi, ku pikir-pikir,
dia pasti cuma bercanda. Mungkin salah satu upaya menghibur aku dan Dafa.
Tapi
ternyata selera humornya tidak serendah itu juga. Ia memberi kabar yang cukup
buat bingung juga awalnya karena kami diberi kesempatan untuk bisa menjadi
grand finalist. Really speechless, serasa bingung harus memanjatkan syukur
seperti apa lagi.
Sejak
saat itu, singkat cerita, proses keambisan pun dimulai. Persiapan menuju grand
final bukan hanya harus mempersiapkan PPT tetapi juga poster untuk mencari
kategori favorite poster. Melihat progress kami yang cukup melambat dari
seharusnya, h-1 KKL, malam-malam, dadakan kami kumpul untuk membicarakan
timeline kerja. Entah karena terlewat ambis atau memang karena waktu sudah
semakin mepet, hari ke 2 KKL, seusai diskusi malam dengan dosen pendamping KKL,
kami kumpul sebentar untuk membicarakan konsep poster mau seperti apa.
Sesampainya kami di Jogja, sehari setelahnya, proses eksekusi pun dimulai.
Singkat
cerita, datanglah tiap hari, dari pagi hingga menjelang malam, kami selalu
kumpul. Persiapan semuanya. Entah revisi poster atau juga revisi PPT. Setelah
semuanya rampung, masa-masa latian presentasi juga ga kalah terkenangnya. Aneh
tapi nyata dan memang sangat receh, beberapa kali salah ucap saat latihan
presentasi jadi sesuatu yang bisa ngebuat satu sama lain ketawa meskipun
setelahnya tidak lagi salah. Bagian-bagian aku yang paling sering kepeleset
seperti: ngomong kontribusi jadi kontribusa, nyebut bank sampah pusat jadi bank
sampah pusyat, atau bagian receh lainnya yang tidak dapat dijabarkan satu per
satu.
Flash
back –
Yang Terkenang adalah Keseluruhan Rangkaian
Siapa
bilang bagian cerita pengalaman lomba yang paling terkenang hanya saat menuju
grandfinal dan latihan presentasi? Nyatanya, pengalaman nyusun full paper juga
ga kalah serunya. Dan inilah kilas balik singkatnya.
Di
lingkungan geografi sendiri, ga sedikit yang tanya kenapa bisa terbentuk tim
bertiga. Tapi menurutku, lebih tepat kalo pertanyaannya : kenapa bisa bersama
seorang Nadafa sebagai pelengkapnya. Jika lomba yang sebelumnya aku diajak
Irfan, di lomba ini giliran aku yang ngajak Irfan. Dan, diajak sesuatu yang
positif, dia ya langsung mau aja. Tapi kalo kenapa bisa sama Nadafa ada cerita
khususnya juga. Ceritanya, selesainya aku mengikuti rangkaian LKTI Geosac, aku
langsung menyibukkan diri dengan ikut kepanitiaan. Pas lagi moment
hectic-hecticnya, aku langsung dipersonal chat sama Nadafa ceritanya. Isinya
ya ngajakin lomba. Karena saat itu sama sekali belum kepikiran mau lomba lagi
dalam waktu dekat, aku keep dulu aja dan intinya bilang “iya boleh nanti
dikabarin kalo udah ada rencana lomba lagi.” Lompat waktu dengan cepat,
kepanitiaan yang aku ikuti pun berakhir, aku pun bingung mau ngapain. Secara pribadi
juga aku mengalami sebuah fase kesepian karena hanya kuliah-kost-kuliah-kost.
Iseng-iseng scrolling informasi
lomba, ketemulah sama broadcast lomba
yang baru-baru aja aku ikuti : LKTIN The 5Th KIME on Ideas Competition
2019. Aku pun tertarik ikut lomba ini karena termasuk salah satu lomba yang aku
plotting pas jaman maba disuruh buat life plan. Lomba ini memang cukup menantang
menurutku karena lombanya multidisiplin jadi aku sebagai anak geografi juga
tentu aja bisa ikut dan peserta yang lolos dalam seleksi fullpaper karyanya akan dipublish di google schoolar – aku rasa ini
sebuah privilege yang cukup menarik
juga.
Terhitung
dari tanggal aku melihat informasi lomba itu ternyata sudah masuk akhir
gelombang 1 pengumpulan full paper, kemungkinan terbesar adalah tentu aku dan
tim ngejar yang gelombang ke 2. Karena memang lomba ini memperbolehkan 2-3
orang dalam satu tim dan aku tentu ngajak Irfan, 1 slot lagi pun aku ajak
Nadafa mengingat ajakannya beberapa bulan yang lalu.
Lalu, apa sih yang pertama kali harus
dilakukan setelah tim terbentuk? Apa langsung mulai penelitian?
Menurutku,
proses panjang dan menghabiskan banyak waktu serta ga menutup kemungkinan akan
mengalami naik turun mood selama
proses pengerjaan, maka penting untuk ketemu dan ngobrol santai dulu pertama
kali. Jangan langsung ngomongin lomba, buka dulu dengan obrolan santai tentang
apapun, tentang kuliah misalnya. Nah, sambil berjalannya pembicaraan itu,
jangan lupa juga untuk istilahnya samakan visi. Saling berbagi ke partner lombamu tentang motivasi
mengikuti lomba dan tidak kalah penting adalah jangan tutup-tutupin kekurangan
masing-masing. Mengapa hal ini penting? Sederhananya, supaya nantinya ga kaget
lagi ketika ada yang ga sesuai sama ekspetasimu tentang sifat partnermu.
Tidak
lama setelahnya, lanjutlah ke proses diskusi. Meskipun tujuannya adalah untuk
mencari ide apa yang mau diangkat. Namun, lagi dan lagi penting untuk mendasari
bahwa diskusi yang diskusi aja. Jangan terbebani karena mau lomba. Dan, jangan
heran jika proses diskusi ini akan memakan waktu yang cukup lama, waktu itu
kami bertiga diskusi pertama dari jam 8 malam sampai jam 1 pagi.
Singkat
cerita, setelah banyak membahas beberapa ide seperti tentang kemacetan Jogja,
mitigasi bencana, kerawanan perempuan dalam bencana, tradisi dan budaya, pada
akhirnya kami merujuk ide tentang sampah. Saat itu, sampah menjadi sesuatu yang
kami rasa urgensinya cukup tinggi karena berita tentang meledaknya TPS Piyungan
Bantul masih hangat di berbagai media.
Sudah
ketemu ide inti bukan berarti ga ada permasalahan lanjutan. Awalnya, kami mau
ambil kajian sampah di Kota Jogja saja dengan asumsi tingginya kegiatan di
pusat kota tentu banyak masalah sampah yang bisa digali. Setelah brainstorming
beberapa kali dan memperdalam banyak referensi tentang sampah, ide kami pun
stuck karena kenyataannya manajemen sampah di Kota Jogja sudah bisa terbilang rapi.
Berhubung hal ini baru kami tau setelah berjalan 3 minggu setelah diskusi
pertama, kami bersikukuh ga mau pindah ke topik selain sampah. Namun, karena
tidak juga menemukan titik terang tentang sampah di Kota Jogja, awalnya
berencana ga jadi ikut lomba. Masih ingat betul, ada di titik buntu seperti itu
sebenarnya sangat menjengkelkan. Kok dunia serasa ga ada permasalahan lagi
diliat-liat. Maklum, cukup depresi juga saat itu karena waktu juga semakin
mepet tapi kami belum tau mau nulis apa.
Tiba-tiba,
tring, aku dan Dafa yang saat itu ditinggal ketua kami beberapa hari untuk
makrab UKM pun cerita deh tentang permasalahan ini. Jeda 1 hari setelah
kepulangan Irfan ke Jogja, paginya, ia bawa ide yang cukup brilliant. Karena
tau anggota timnya sedang mengalami kebuntuan arah, pendekatan dia pun jadi
beda. Sederhananya, dia bilang bahwa kita masih punya alternatif lain dengan
memindahkan wilayah kajian. Setelah melalui beberapa diskusi lanjutan,
terbentuklah judul yang kami usung sampai saat ini yaitu “PETA BAHARI:
Manajemen Lingkungan Pesisir Melalui Integrasi Bank Sampah Berbasis Partisipasi
Pemuda Lokal di Kabupaten Bantul”. Adapun dasar yang paling mendasar dari ide
ini adalah dengan berpikir bahwa kadangkali masyarakat pesisir umumnya
menyalahkan wisatawan dari luar daerah tentang sampah yang meningkat, tetapi
apakah mereka pernah berpikir bahwa aktivitas rumah tangga juga menyumbang
sampah yang tidak kalah besarnya.
Berbicara
tentang PETA BAHARI, Sebenarnya Apa Sih Itu?
Pada
dasarnya PETA BAHARI adalah solusi yang kami ajukan setelah melihat kondisi
langsung di lapangan. Penelitian kami yang berfokus di Dusun Mancingan, Desa
Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul memberikan sebuah inspirasi
bagaimana pemuda khususnya Karang Taruna memiliki kepekaan yang tinggi terhadap
permasalahan lingkungan. Terbukti dengan inisiasi pemuda lokal dalam mendirikan
Gardu Action sebagai bank sampah yang terletak di Pesisir Pantai Parangkusumo.
Namun, sayangnya, sejak 2016, kontribusi pemuda di Gardu Action melemah. Hal
ini merupakan kondisi yang wajar karena tentu seiring berjalannya waktu pemuda
yang memprakarsai di tahap awal mempunyai kesibukan masing-masing sehingga membutuhkan
regenerasi untuk melanjutkan tongkat kepemimpinan dalam pelestarian lingkungan.
Informasi ini pun kami pastikan kebenarannya dengan melakukan pendekatan pada
beberapa masyarakat di sekitar Gardu Action. Mereka menilai adanya Gardu Action
sangat berperan dalam mengurangi limpahan sampah yang bisa meningkat drastis di
waktu-waktu tertentu. Atas dasar inilah, kami mengusulkan PETA BAHARI yang
sederhananya berusaha membuat integrasi secara hirarki tentang pengelolaan
sampah di Dusun Mancingan dari hulu sampai hilir dengan meletakkan Gardu Action
sebagai bank sampah pusat yang kinerjanya ditunjang oleh sub-sub bank sampah. Adapun
pendirian sub bank sampah didasarkan pada pengelompokkan kepadatan penduduk.
Yuk,
kembali ke cerita proses pengerjaan fullpaper.
Setelah
informasi dari lapangan dirasa cukup, proses pengerjaan fullpaper pun dimulai. Masa-masa
menuju fase jenuh pun dimulai sehingga masa-masa ini bisa dibilang masa hedon
dan pemborosan maksimal bagi anak rantau. Bagaimana tidak, beberapa hari
mungkin kami akan bosan kalau ngerjain hanya di tempat sama. Demi menunjang
keberlangsungan terciptanya kata-kata yang mengalir dengan cepat, tentu sekali
dua kali harus pindah cari tempat lain sebagai suguhan baru bagi otak.
Setelah
berpindah 2-3 café untuk menyelesaikan full paper, syukurlah fullpaper kami pun
selesai. Tersisa proses pengumpulan saja. Waktu itu pas banget dengan hari
kepulangan aku dan Irfan ke kampung halaman masing-masing. Nah, ini juga jadi
moment yang ga terlupakan. Aku yang dasarnya mudah panikan, di kereta, aku cuma
bisa harap-harap cemas karena pukul 23.50, Irfan belum memberi kabar bahwa
fullpaper sudah dikirim atau belum. Cukup kesal juga dan ga bisa membayangkan kalo
fullpaper nya telat dikirim. Ga kebayang aja kalo proses hectic sekitar 3 bulan
terakhir harus kandas karena yang ngirim ketiduran atau kuota nya abis di
tengah jalan. Namun, emang dasarnya mereka adalah teman-teman yang gemar
membuat temannya panik dan semakin panik. Tepat pukul 23.58 aku divideo call
sama mereka, berasa ulang tahun, karena ternyata sebenarnya udah dikirim.
Terima kasih ya teman-teman atas kejutannya. Entahlah, sejak saat itu, sejak
kenal mereka, aku berusaha untuk hidup jauh lebih santai wkwk.
Momen Grand Final
Bisa
bertemu dengan delegasi terbaik dari 15 universitas di Indonesia adalah suatu
kebanggaan tersendiri. Sepanjang presentasi berlangsung, aku pribadi serasa
sudah tidak berpikir tentang menang atau kalah. Ide-ide luar biasa dari tiap
tim mengantarkan aku untuk lebih berpikir, “Sungguh beruntung Indonesia jika
anak-anaknya sibuk mengejar mimpi membangun negeri”. Yang terbayang bukan lagi
siapa yang akan keluar sebagai juara pada hari itu, tapi lebih berpikir
bagaimana majunya Indonesia jika semua gagasan yang aku saksikan pada hari itu
direalisasikan segera.
Berhubung
kami sebagai tim dengan perolehan nilai full paper terendah ke 2, maka kami sejak
awal bertekad untuk melumbung nilai melalui presentasi. Berbekal dengan revisi
yang begitu bermanfaat dari dosen pembimbing kami, kami pun berhasil
merealisasikan tekad tersebut. Melihat ide-ide yang luar biasa dari tim lain
sebenarnya sempat terpikir mungkin saja kita pulang dengan tangan kosong karena
atmosfer kompetitifnya sangat terasa. Aku bahkan membayangkan gimana pusingnya
juri menilai karena setiap gagasan punya urgensi di bidangnya masing-masing.
Namun, siapa sangka, alam semesta memang selalu punya caranya tersendiri
mendekatkan kita dengan cita-cita, kami berhasil membawa predikat Harapan 1.
Sudah tidak terukur lagi apakah kami harapan atau juara, kami lebih menikmati
proses belajar yang tak terhingga melalui lomba ini.
Big Thanks
Terima
kasih secara khususnya kepada dosen pembimbing kami, Bapak Dr. Bachtiar Wahyu
Mutaqin, S.Kel., M.Sc yang benar-benar memberikan perhatian penuh dalam
membimbing kami. Terima kasih atas segala masukkan, saran, dan semua proses
pembelajaran lebih baik untuk ke depannya. Terima kasih juga kepada seluruh
teman-teman Fakultas Geografi dan seluruh kenalan kami yang telah memberikan
vote pada poster kami di Instagram. Terima kasih juga tak lupa kepada panitia
KOIN FE UNNES untuk kesempatannya bisa mengenal teman-teman hebat dari seluruh
Indonesia. Akhir kata, melalui postingan ini, aku dan tim mengucapkan terima
kasih kepada setiap orang yang telah berkontribusi dalam proses pembelajaran
ini.
Sampai
jumpa di cerita lainnya!
Komentar
Posting Komentar